TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja industri asuransi tumbuh tipis. Hingga semester I 2019, total premi asuransi tercatat sebesar Rp 221,14 triliun atau hanya naik 3 persen dari periode yang sama di 2018. Meski begitu, pelaku industri optimistis bisnisnya bisa melaju kencang hingga tahun depan.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menyatakan perlambatan industri asuransi salah satunya dipicu ekonomi yang melemah, khususnya bagi asuransi umum. "Ekspansi kredit perbankan yang menjadi sumber utama bisnis asuransi tertekan karena ketidakpastian global," katanya kepada Tempo, Rabu 20 November 2019.
Tahun politik yang baru berakhir pada pertengahan tahun ini pun menjadi faktor penghambat. Dia berharap kabinet yang baru mampu memberikan kepastian bagi dunia usaha sehingga mendorong kepercayaan konsumen berinvestasi melalui fasilitas kredit perbankan.
Irvan memperkirakan hingga akhir tahun nanti pertumbuhan asuransi masih akan melambat. Asuransi umum diperkirakan maksimum hanya tumbuh 12 persen.
Namun Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Dody Achmad Sudiyar, menilai angkanya bisa lebih tinggi lagi. Di akhir tahun nanti, dia memproyeksikan pertumbuhan total premi asuransi umum mampu mencapai 14 persen. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai perkiraan pemerintah yaitu 5,3 persen pada 2020, dia mengestimasi premi bisa tumbuh hingga 17 persen tahun depan.
Pada semester I 2019, asuransi umum menyumbang Rp 40 triliun dari total pendapatan premi. Jumlahnya tumbuh 20 persen dari periode yang sama pada 2018 yang sebesar Rp 33 triliun. Hingga September ini, pendapatan premi asuransi umum tercatat telah mencapai Rp 57,9 triliun.
Menurut Dody, pertumbuhan asuransi umum masih akan ditopang tiga lini usaha terbesar yaitu asuransi harta benda, asuransi kendaraan bermotor, dan asuransi kredit. "Ketiga lini bisnis ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan membaik hingga berdampak kepada pengucuran kredit perbankan dan konsumsi masyarakat," katanya.